Jesuit: Peziarah Pengharapan
Mazmur 138
Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku,
di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu.
Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu,
oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu
dan janji-Mu melebihi segala sesuatu.
Pada hari aku berseru, Engkaupun menjawab aku,
Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku.
Semua raja di bumi akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN,
sebab mereka mendengar janji dari mulut-Mu;
mereka akan menyanyi tentang jalan-jalan TUHAN,
sebab besar kemuliaan TUHAN.
TUHAN itu tinggi, namun Ia melihat orang yang hina, dan mengenal orang
yang sombong dari jauh.
Jika aku berada dalam kesesakan, Engkau mempertahankan hidupku;
terhadap amarah musuhku
Engkau mengulurkan tangan-Mu, dan
tangan kanan-Mu menyelamatkan aku.
TUHAN akan menyelesaikannya bagiku!
Ya TUHAN, kasih setia-Mu untuk selama-lamanya;
janganlah Kautinggalkan perbuatan tangan-Mu!
Kontemplasi Mendapatkan Cinta (LR.230)
- Cinta harus lebih diwujudkan dalam perbuatan daripada diungkapkan dalam kata-kata.
- Cinta terwujud dalam saling memberi dari kedua belah pihak, artinya: yang mencintai memberi dan menyerahkan kepada yang dicintai apa yang dimiliki, atau sebagain dari miliki atau yang dapat diberikan, begitu pula sebaliknya, yang dicintai kepada yang mencintai. Jadi, bila yang satu punya ilmu, dia memberi ilmu itu kepada yang lainnya yang tak punya, begitu juga mengenai kehormatan atau kekayaan. Demikian pula sebaliknya, yang lain itu terhadap dia.
Kemudian melakukan refleksi atas diriku dengan menimbang-nimbang apa yang menurut tuntutan budi dan keadilan harus kupersembahkan dan kuberikan kepada yang Mahaagung: segala miliki dan diriku sendiri, seperti seorang yang memberikan persembahan dengan penuh cinta mengucap:
“Ambillah, Tuhan, dan terimalah seluruh kemerdekaanku, ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku, segala kepunyaan dan milikku. Engkaulah yang memberikan, pada-Mu Tuhan kukembalikan. Semuanya miliki-Mu, pergunakan sekehendak-Mu. Berilah aku cinta dan rahmat-Mu, cukup itu bagiku.”
LR.234
Paus Fransiskus memiliki harapan bahwa: “Yubileum ini menjadi momen perjumpaan pribadi yang sejati dengan Yesus, “pintu” keselamatan kita, yang selalu diwartakan oleh Gereja, di mana saja dan kepada semua orang sebagai “pengharapan kita” (1 Tim 1:1).” Semua orang tahu apa artinya berharap. Dalam hati setiap orang, harapan bersemayam sebagai keinginan dan harapan akan hal-hal baik yang akan datang, meskipun kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan (Spes Non Confundit, 1).
Pengharapan Kristiani tidak menipu atau mengecewakan karena didasarkan pada kepastian bahwa tidak ada sesuatu pun atau seorang pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Harapan yang didasarkan pada iman dan dipupuk oleh amal kasih akan memampukan kita terus maju dalam kehidupan, bahkan bertahan di tengah cobaan. Seperti yang dikatakan oleh Santo Agustinus: “Apa pun keadaan hidup kita, kita tidak dapat hidup tanpa ketiga kecenderungan jiwa ini, yaitu iman, harapan, dan kasih” (SNC, 3). Pengharapan, bersama dengan iman dan kasih, merupakan tiga bagian yang menyatu (triptych) dari “keutamaan teologis” yang mengungkapkan inti kehidupan Kristiani. Pengharapan adalah keutamaan yang memberikan arah dan tujuan batin bagi kehidupan orang beriman (SNC, 18).
Interaksi antara pengharapan dan kesabaran membuat kita melihat dengan jelas bahwa kehidupan Kristiani adalah sebuah perjalanan yang membutuhkan momen-momen yang lebih intens untuk mendorong dan mempertahankan pengharapan sebagai teman setia yang membimbing langkah-langkah kita menuju tujuan perjumpaan kita dengan Tuhan Yesus (SNC, 5).
Selain menemukan pengharapan pada kemurahan Tuhan, kita juga dipanggil untuk menemukan pengharapan pada tanda-tanda zaman yang Tuhan berikan kepada kita. Sebagaimana diamati oleh Konsili Vatikan Kedua: “Di setiap zaman, Gereja selalu wajib menyelidiki tanda-tanda zaman dan menafsirkannya dalam cahaya Injil. Demikianlah Gereja, dengan cara yang sesuai dengan setiap angkatan, akan dapat menanggapi pertanyaan-pertanyaan, yang di segala zaman diajukan oleh orang-orang tentang makna hidup sekarang dan di masa mendatang, serta tentang hubungan timbal-balik antara keduanya.” (SNC, 7).
Secara khusus Paus Fransiskus menuliskan tanda-tanda pengharapan sekaligus perwujudan pengharapan, yaitu kaum muda. Meski, menyedihkan bila generasi muda tidak memiliki harapan, menghadapi masa depan yang tidak pasti, tidak menjanjikan terkait tersedianya pekerjaan atau prospek setelah selesai.
Muncul pula aneka tantangan yang membuat orang muda menutup diri dari keindahan dan kekayaan hidup, mengalami depresi dan tindakan merusak diri sendiri. Paus mendorong Gereja untuk melakukan upaya yang lebih besar untuk menjangkau kaum muda, peduli terhadap remaja, pelajar dan pasangan muda, generasi muda yang merupakan: kebahagiaan dan harapan Gereja dan dunia!” (SNC, 12).
Kesaksian hidup Jesuit juga hendaknya mendorong kita untuk membawa harapan pada banyak orang dalam misi rekonsiliasi di tengah dunia zaman ini. “Pengampunan tidak mengubah masa lalu; hal ini tidak dapat mengubah apa yang terjadi di masa lalu, namun pengampunan dapat memungkinkan kita untuk mengubah masa depan dan menjalani kehidupan yang berbeda, bebas dari kemarahan, permusuhan dan dendam” (SNC, 23).