Teks UAP 2019-2029
Realitas saat ini:
Masa muda adalah saat membentuk keputusan fundamental dan awal membangun mimpi. Namun, kaum muda zaman ini menghadapi: tantangan di tengah gempuran digital dan teknologi (technology); krisis identitas dan komitmen, kesepian-kecemasan, makna diri (autenticity); kerinduan untuk berkarya, hidup berkomunitas, dan bagaimana membangun relasi (community); berkurangnya kesempatan kerja, meningkatnya kekerasan dengan beragam bentuk, diskriminasi, serta fenomena lainnya. Kaum muda di era digital dibombardir berbagai pilihan sehingga perlu berdiskresi untuk menemukan Tuhan dalam kedalaman realitas.
Mimpi Allah:
Dengan berjumpa dengan Yesus, kaum muda dapat menemukan jalan menuju kerinduan terdalamnya. “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”. (Yoh 10:10). Sinode Kaum Muda dan Diskresi Panggilan 2018 mengakui pentingnya perspektif kaum muda. Kita berdiri bersama kaum muda. Kita melihat kilasan masa depan bersama kaum muda. Kita berjalan bersama mereka untuk memahami dan melihat ke mana Roh Kudus memimpin dunia dan Gereja kita.
Surat P. Arturo Sosa mengenai UAP - 2019
Mendampingi Kaum Muda dalam Mewujudkan Masa Depan Penuh Harapan
Sinode 2018 mengakui kaum muda dan situasi mereka sebagai tempat penting di mana Gereja berusaha memahami dan menyelami gerakan Roh Kudus dalam momen sejarah manusia ini. Kaum miskin dan kaum muda merupakan locus theologicus yang saling melengkapi dan terjalin. Kaum muda, yang sebagian besar hidup dalam kemiskinan, menghadapi tantangan besar di dunia saat ini, termasuk berkurangnya lapangan pekerjaan, ketidakstabilan ekonomi, meningkatnya kekerasan politik, berbagai bentuk diskriminasi, kerusakan lingkungan yang semakin parah, serta masalah-masalah lain yang menyulitkan mereka menemukan makna hidup dan mendekatkan diri kepada Allah.
Masa muda adalah tahap kehidupan ketika seseorang membuat keputusan-keputusan fundamental untuk memasuki masyarakat, mencari makna eksistensi, dan mewujudkan impian mereka. Dengan mendampingi kaum muda dalam proses ini—mengajarkan mereka seni diskresi dan membagikan Kabar Baik Yesus Kristus—kita dapat menunjukkan jalan menuju Allah yang melewati solidaritas dengan sesama dan pembangunan dunia yang lebih adil.
Kaum muda terus membuka diri terhadap masa depan dengan harapan membangun kehidupan yang bermartabat dalam dunia yang rukun dan selaras dengan lingkungan. Dari sudut pandang merekalah kita dapat lebih memahami perubahan zaman yang kita alami beserta kebaruan penuh harapan yang dibawanya. Saat ini, kaum muda adalah aktor utama transformasi antropologis yang terjadi melalui budaya digital zaman kita, membuka manusia menuju era sejarah baru. Kita sedang mengalami masa peralihan yang akan melahirkan kemanusiaan baru dan cara baru menyusun kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun sosial. Kaum muda adalah pembawa bentuk kehidupan manusia baru ini, yang dapat menemukan—dalam pengalaman perjumpaan dengan Tuhan Yesus—cahaya untuk menempuh jalan keadilan, rekonsiliasi, dan perdamaian.
Karya kerasulan Serikat Jesus dapat memberikan kontribusi penting dalam menciptakan dan mempertahankan ruang-ruang yang terbuka bagi kaum muda, baik di masyarakat maupun di Gereja. Karya-karya kami berusaha menjadi ruang yang terbuka bagi kreativitas kaum muda— ruang yang memfasilitasi perjumpaan dengan Allah kehidupan yang diwahyukan Yesus sekaligus memperdalam iman Kristen mereka. Ruang seperti ini seharusnya membantu kaum muda menelusuri jalan untuk mencapai kebahagiaan dengan berkontribusi pada kesejahteraan seluruh umat manusia.
Kaum muda merasakan ketegangan antara dorongan menuju keseragaman budaya dan munculnya masyarakat manusia yang interkultural—yang menghargai dan diperkaya oleh keberagaman.
Logika ekonomi pasar mendorong keseragaman, tetapi kaum muda justru merindukan keberagaman yang sesuai dengan kebebasan sejati dan membuka ruang kreatif untuk mewujudkan masyarakat manusiawi yang interkultural. Berlandaskan hal ini, mereka dapat berkomitmen membangun budaya perlindungan yang menjamin lingkungan yang sehat bagi anak-anak dan kaum muda, menciptakan kondisi yang memungkinkan semua orang mengembangkan potensi manusiawinya secara penuh.
Mendampingi kaum muda menuntut kehidupan yang otentik, kedalaman spiritual, dan keterbukaan untuk berbagi misi hidup yang memberi makna pada siapa kita (identitas) dan apa yang kita lakukan (karya kita). Dengan bekal ini, kita dapat belajar bersama kaum muda untuk menemukan Allah dalam segala sesuatu, dan melalui pelayanan serta kerasulan, kita membantu mereka menjalani fase kehidupan ini dengan lebih mendalam. Pendampingan kaum muda menempatkan kita pada jalan pertobatan pribadi, komunal, dan institusional.
Christus Vivit - Seruan Apostolik Paus Franciscus 2019
[202] Pelayanan pastoral orang muda, sebagaimana telah biasa kita jalankan, telah menghadapi gempuran perubahan-perubahan sosial dan budaya. Dalam struktur-struktur biasa orang-orang muda sering kali tidak dapat menemukan jawaban atas keprihatinan, kebutuhan, masalah dan luka-luka mereka. Penyebaran dan pertumbuhan kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan yang terutama bercirikan kemudaan dapat ditafsirkan sebagai karya Roh yang membuka jalan-jalan baru. Namun, perlulah memperdalam keterlibatan mereka dalam reksa pastoral seluruh Gereja, juga sebagai suatu persekutuan yang lebih besar antar mereka ke dalam koordinasi tindakan yang lebih baik. Meskipun tidak selalu mudah untuk mendekati orang-orang muda, kita sedang mengembangkan dua aspek: kesadaran bahwa segenap komunitaslah yang mengevangelisasi mereka dan urgensi bahwa orang-orang muda semakin menjadi para pelaku utama dalam program-program pastoral.
[204] Orang-orang muda menunjukkan kepada kita perlunya menggunakan gaya dan strategi baru. Sebagai contoh, sementara orangorang dewasa berusaha agar segalanya terencana dengan baik, dengan pertemuan-pertemuan rutin dan waktu yang tepat, saat ini sebagian besar orang muda merasa kurang tertarik dengan metode pastoral seperti itu. Reksa pastoral orang muda perlu menjadi lebih fleksibel dan mengajak orang-orang muda untuk mengikuti berbagai acara yang memberi mereka ruang tidak hanya untuk belajar, tetapi juga memungkinkan mereka untuk membagikan hidup, bergembira, bernyanyi, mendengarkan kesaksian nyata dan mengalami perjumpaan komunitas dengan Allah yang hidup.
[205] Di sisi lain, kiranya sangat diharapkan untuk mengumpulkan lebih banyak lagi praktik-praktik yang baik: metodologi-metodologi, motivasi-motivasi yang telah terbukti sungguh menarik untuk mendekatkan orang-orang muda kepada Kristus dan Gereja. Tidak penting apa warna kulit mereka, apakah “konservatif atau progresif”, apakah aliran kanan atau kiri. Yang penting adalah mengumpulkan semua yang telah memberikan hasil yang baik dan efektif untuk mengkomunikasikan sukacita Injil.
[206] Reksa pastoral orang muda tidak bisa tidak sinodal; yaitu mampu membentuk suatu “berjalan bersama” yang mencakup “pengembangan karisma-karisma yang diberikan Roh menurut panggilan serta peran setiap anggotanya, melalui sebuah dinamika tanggung jawab bersama...
[213] Program pembinaan apa pun, proses pertumbuhan apa pun untuk orang muda tentu saja harus mencakup suatu pengajaran doktrinal dan moral. Sama pentinglah bahwa program itu terpusat pada dua pokok utama: pertama adalah pendalaman kerygma, pengalaman mendasar perjumpaan dengan Allah melalui Kristus yang mati dan bangkit. Yang lain adalah pertumbuhan dalam kasih persaudaraan, dalam hidup komunitas, dalam pelayanan.
[214] Saya telah banyak menegaskan hal ini dalam Evangelii gaudium dan saya pikir pantaslah untuk mengingatnya kembali. Di satu pihak, merupakan kesalahan besar berpikir bahwa dalam pelayanan pastoral orang muda “kerygma ditinggalkan demi suatu formasio yang dianggap lebih “solid”. Tidak ada yang lebih solid, lebih mendasar, lebih pasti, lebih konsisten dan lebih bijaksana daripada pewartaan semacam itu. Semua formasio Kristiani pertama-tama adalah pendalaman kerygma yang menjadikannya semakin mendarah daging dan selalu lebih baik. Oleh karena itu, reksa pastoral orang muda hendaknya selalu mencakup kegiatan untuk memperbarui dan memperdalam pengalaman pribadi kita akan kasih Allah dan Yesus Kristus yang hidup. Hendaknya itu dibuat dengan menggali dari berbagai sumber: kesaksian-kesaksian, lagu-lagu, saat-saat adorasi, saat-saat untuk refleksi rohani dengan Kitab Suci, dan juga dengan berbagai dorongan melalui jejaring sosial. Namun, pengalaman sukacita perjumpaan dengan Tuhan itu sama sekali tidak boleh digantikan dengan suatu bentuk “indoktrinasi.”
[224] Banyak orang muda mampu belajar menikmati keheningan dan keakraban dengan Allah. Bertambah pula kelompok-kelompok yang berkumpul untuk beradorasi kepada Sakramen Mahakudus dan untuk berdoa dengan Sabda Allah. Tidak perlu meremehkan orang-orang muda seolah-olah mereka tidak mampu membuka diri pada doa kontemplatif. Kita hanya perlu menemukan gaya-gaya dan metode-metode yang tepat untuk membantu mereka masuk ke dalam pengalaman yang bernilai tinggi ini...
[225] Pelayanan adalah suatu kesempatan istimewa bagi pertumbuhan dan juga bagi keterbukaan kepada karunia ilahi iman dan cinta kasih. Banyak orang muda merasa tertarik oleh kesempatan untuk membantu sesama, khususnya anak-anak kecil dan orangorang miskin. Sering kali pelayanan itu menjadi langkah pertama untuk menemukan atau menemukan kembali hidup Kristiani dan gerejawi.
Banyak orang muda bosan dengan program-program formasio doktrinal dan juga spiritual, dan kadang-kadang meminta kesempatan menjadi lebih terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat.
[246] Orang-orang muda sendiri telah menjelaskan kepada kita kualitas macam apa yang mereka harapkan untuk ditemukan dalam diri orang yang mendampingi mereka, dan telah mengungkapkannya dengan jelas: “Seorang pendamping itu hendaknya memiliki beberapa kualitas: seorang Kristiani yang setia, terlibat pada Gereja dan dunia; terus-menerus mencari kekudusan; seorang yang mempercayai bukan menghakimi; mendengarkan secara aktif kebutuhan-kebutuhan orang muda dan memberi jawaban yang tepat; penuh kasih dan sadar diri; mengenali keterbatasan-keterbatasan dirinya dan memahami suka dan duka hidup rohani. Kualitas utama yang sangat penting dalam diri para pendamping adalah pengakuan akan kemanusiaannya sendiri, lebih tepatnya bahwa mereka adalah makhluk manusiawi yang melakukan kesalahan: bukan pribadi-pribadi yang sempurna, melainkan para pendosa yang diampuni. ...
Para pendamping hendaknya tidak menuntun orang-orang muda seolah-olah mereka seperti pengikut pasif, namun para pendamping harus berjalan di samping mereka, sehingga memungkinkan mereka menjadi peserta aktif dalam perjalanan. Mereka hendaknya menghormati kebebasan yang merupakan bagian dari proses penegasan rohani orang muda, dengan menyediakan sarana-sarana untuk menjalankannya secara lebih baik. Seorang pendamping hendak- nya sungguh yakin akan kemampuan orang muda untuk berperan serta dalam hidup Gereja. Ia hendaknya memelihara benih-benih iman dalam diri orang-orang muda, tanpa berharap untuk segera melihat buah-buah karya Roh Kudus. Peran pendamping bukan dan tidak boleh diserahkan hanya kepada para imam dan biarawan-biarawati, namun para awam juga hendaknya diberdayakan untuk mengambil peran itu. Semua pendamping hendaknya menerima formasio dasar yang memadai dan berkomitmen dalam formasio berkelanjutan.”
Budaya perjumpaan adalah panggilan bagi kita untuk berani menghidupkan mimpi bersama. Ya, mimpi besar, mimpi bagi setiap orang.
Pesan Paus Fransiskus pada WYD 2019 di Panama.